Kabupaten Bintan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia yang terletak antara °00’ Lintang Utara 1°20’ Lintang Selatan dan 104°00’ Bujur Timur 108°30’ Bujur Timur. Kabupaten Bintan sebelumnya bernama Kabupaten Kepulauan Riau.
Perubahan nama ini dimaksudkan agar tidak timbul kerancuan antara
Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Kepulauan Riau dalam hal
administrasi dan korespondensi sehingga nama Kabupaten Kepulauan Riau
(Kepri) diganti menjadi Kabupaten Bintan. Perubahan nama Kabupaten
Kepulauan Riau menjadi Kabupaten Bintan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006, tertanggal 23 Februari 2006.
SEJARAH
Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan) telah dikenal beberapa abad silam
tidak hanya di belahan nusantara ini, tetapi juga di mancanegara.
Wilayahnya mempunyai ciri khas terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil
yang tersebar di Laut Cina Selatan.
Karena itulah, julukan “Bumi Segantang Lada” sangat tepat untuk
menggambarkan betapa banyaknya pulau yang ada di daerah ini. Pada kurun
waktu 1722-1911, di Kepulauan Riau terdapat dua kerajaan Melayu
yang berkuasa dan berdaulat, yaitu Kerajaan Riau Lingga yang pusat
kerajaannya berada di Daik dan Kerajaan Melayu Riau dengan pusat
pemerintahannya berada di Pulau Bintan.
Jauh sebelum ditandatanganinya Treaty of London, kedua
Kerajaan Melayu tersebut dilebur menjadi satu sehingga menjadi semakin
kuat. Wilayah kekuasaannya pun tidak hanya terbatas di Kepulauan Riau
saja, tetapi telah meliputi wilayah Johor dan Malaka (Malaysia), Singapura dan sebagian kecil wilayah Indragiri Hilir. Pusat kerajaannya berada di Pulau Penyengat dan menjadi terkenal di Nusantara dan kawasan Semenanjung.
Setelah Sultan Riau meninggal pada tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan amir-amirnya sebagai Districh Thoarden untuk daerah yang besar dan Onder Districh Thoarden
untuk daerah yang agak kecil. Pemerintah Hindia Belanda akhirnya
menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah
Keresidenan yang dibagi menjadi dua Afdelling, yaitu Afdelling
Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau – Lingga, Indragiri Hilir dan
Kateman yang berkedudukan di Tanjungpinang dan sebagai penguasa tunggal
dan penanggung jawab dalam Afdelling ini ditunjuk seorang Residen.
Afdelling Indragiri yang berkedudukan di Rengat dan diperintah oleh seorang Asisten Residen (dibawah) perintah Residen. Dalam tahun 1940 Keresidenan ini dijadikan Residente
Riau dengan dicantumkan Afdelling Bengkalis (Sumatera Timur) dan
sebelum tahun 1945 – 1949 berdasarkan Besluit Gubernur General Hindia
Belanda tanggal 17 Juli 1947 No. 9 dibentuk daerah Zelf Bestur (daerah Riau).
Berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia, Provinsi
Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1950 No. 9/Deprt/1950 menggabungkan diri
ke dalam Republik Indonesia, dan Kepulauan Riau diberi status daerah
Otonom Tingkat II yang dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah
dengan membawahi empat kewedanan sebagai berikut, masing-masing,
Kewedanan Tanjungpinang meliputi wilayah Kecamatan Bintan Selatan
(termasuk Kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan
Tanjungpinang Timur sekarang), Bintan Utara dan Batam.
Kewedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan
Moro, Kewedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan
Senayang, serta Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja,
Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No. 26/K/1965 dengan mempedomani
Instruksi Gubernur Daerah Tingkat I Riau tanggal 10 Februari 1964 No.
524/A/194 dan Instruksi No.16/V/1964 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No.UP/247/5/1965, tanggal
15 Nopember 1965 No.UP/256/5/1965 menetapkan bahwa, terhitung mulai
tanggal 1 Januari 1966 semua daerah Administratif Kewedanan dalam
Kabupaten Kepulauan Riau dihapuskan.
Pada tahun 1983, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1983, telah dibentuk Kota Administratif (Kotif) Tanjungpinang
yang membawahi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat dan
Kecamatan Tanjungpinang Timur, dan pada tahun yang sama sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1983 telah pula dibentuk Kotamadya Batam.
Dengan adanya pengembangan wilayah tersebut, maka Batam tidak lagi
menjadi bagian Kabupaten Kepulauan Riau. Berdasarkan Undang-Undang No.
53 tahun 1999 dan diperbaharui dengan UU No. 13 tahun 2000, Kabupaten
Kepulauan Riau dimekarkan lagi menjadi 3 kabupaten yakni, Kabupaten
Kepulauan Riau (Bintan), Kabupaten Karimun dan Kabupaten Natuna.
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 2001, terhitung 17
Oktober 2001, Kota Administratif Tanjungpinang ditingkatkan statusnya
menjadi Kota Otonom yang terpisah dari Kabupaten Kepulauan Riau dengan
memiliki empat kecamatan, yakni Kecamatan Tanjungpinang Barat,
Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang Kota dan Bukit Bestari.
POTENSI
Kabupaten ini memiliki sejumlah peluang di bidang pariwisata,
industri, perikanan, pertambangan dan Peternakan. Dibidang pariwisata,
iklim dan kondisi alam yang eksotis menjadi daya tarik tersendiri bagi
para wisatawan mancanegara. Misalnya Lagoi
yang memiliki pemandangan laut dan pantai yang telah menarik minat
lebih dari 40.000 wisatawan mancanegara. Dilahan seluas 23.000 ha
terdapat 7 hotel bertaraf internasional, 2 Resort dan 2 lapangan golf
bertaraf internasional dengan 36 hole.
Untuk menarik minat investor, pemerintah setempat telah
mengalokasikan lahan seluas 500 ha di Kijang dan 100 ha di Bintan Barat
sebagai areal hutan industri dan pengembangan pantai. Pengembangan
pariwisata dilakukan dengan bekerja sama dengan Singapura untuk
membangun Bintan Utara.
Pada sektor industri, Kabupaten ini mempunyai kawasan industri di Lobam sebagai salah satu hasil dari kerjasama ekonomi antara Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Terdapat 4000 ha lahan yang dipakai oleh 18 perusahaan elektronik, 14 perusahaan garmen dan lain-lain.
Industri perikanan juga berperan penting di kabupaten ini dengan
didukung oleh luas wilayah perairan seluas 95%. Para investor disarankan
untuk mengembangkan sektor ini di wilayah timur, yaitu di wilayah Tambelan
dengan 54 pulau. Wilayah ini cocok untuk perikanan dan budidaya terumbu
karang seluas 117,480 ha. Pariwisata laut cocok untuk wilayah ini
dengan didukung oleh pasir pantai yang bersih dan putih.
Pada sektor peternakan, Kabupaten Bintan merupakan daerah yang sangat
potensial dalam pengembangan ternak sapi (jenis sapi Bali), kambing,
babi, itik dan ayam (buras dan ras pedaging/petelur) sebagai penyuplai
pasokan bahan pangan asal hewan di Kepulauan Riau, khususnya untuk
daerah perkotaan seperti Kota Kijang, Kota Tanjung Uban dan Kota
Tanjungpinang. Tercatat populasi ternak Sapi di Bintan hampir mendekati
1000 ekor pada tahun 2010, angka ini akan diupayakan untuk terus
meningkat seiring dengan tingginya permintaan daging dan permintaan
sapi, khususnya sapi potong pada saat hari raya Idul Adha (Hari Raya
Kurban). Ayam Buras: 199.383 ekor, Kambing: 900 ekor, Itik: 3.663 ekor,
Babi: 3.500 ekor, Ayam Ras Petelur: 265.700 ekor dan Ayam Ras Pedaging:
2.499.700 ekor. Untuk menjaga kesehatan ternak, di Kabupaten Bintan
terdapat 5 orang Dokter Hewan dan dibantu oleh beberapa paramedis veteriner
dengan ditunjang oleh 2 buah sarana Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan)
yang berlokasi di Desa Sri Bintan dan Desa Ekang Anculai Kecamatan Teluk
Sebong, selain Poskeswan, di Kabupaten Bintan juga terdapat Rumah
Potong Hewan Unggas (RPHU) yang berlokasi di Kecamatan Bintan Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar